HUKUM
ISLAM TENTANG WARIS
- KETENTUAN – KETENTUAN HUKUM WARIS
- Pengertian Hukum Waris Dan Ahli Waris
Menurut Kompilasi Hukum Islam,
Hukum waris ialah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikkan harta
peninggalan ( tirkah), menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris
dan berapa bagiannya masing-masing. Sedangkan menurut kaidah Syari’i, hukum
waris dapat disebut dengan mawaris.
Kata
mawaris merupakan bentuk jamak dari
kata miras yang artinya harta
peninggalan orang yang telah meninggal dunia untuk ahli warisnya.Jadi, ada tiga
unsur yang berkenaan dengan mawaris,yaitu :
- orang
yang meninggal dunia dan meninggalkan harta yang akan dibagikan kepada
ahli warisnya, atau disebut al-muwaris
;
- orang
yang akan mewarisi harta peninggalan simayat, atau disebut al-waris ;
- harta
peninggalan si mayat yang akan dibagikan kepada ahli waris setelah
dilaksanakan kewajiban-kewajibannya, atau disebut haqqun maurrus.
Ahli waris
adalah orang yang berhak menerima sebagian harta pusaka (warisan) dari salah seorang keluarga mereka yang meninggal dunia. Ahli
waris dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
a.
Ahli waris
laki-laki
Ahli waris laki-laki, seluruhnya
berjumlah 15 orang. Mereka itu adalah sebagai berikut :
1.
Ayah
2.
Kakek dari ayah
3.
Anak laki-laki
4.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
5.
Saudara laki-laki sekandung
6.
Anak laki-laki dan saudara laki-laki sekandung
7.
Saudara laki-laki seayah
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki
9.
saudara laki-laki seibu
10. Paman
(dari ayah) sekandung
11. Anak
laki-laki paman seibu dan sebapak
12. Paman
(dari ayah ) seayah
13. Anak
laki-laki paman seayah
14. Suami
15. Orang
yang memerdekakan hamba sahaya
Jika ke-15 orang
tersebut semuanya ada maka yang mendapat warisan hanya 3 orang. Yaitu : suami,ayah, dan anak laki-laki. Sebab
kakek terhalang oleh ayah, cucu laki-laki terhalang oleh anak laki-laki, dan
yang lain terhalang oleh ayah dan anak laki-laki.
b.
Ahli Waris
Perempuan
Ahli waris perempuan ada 10
orang, Mereka itu adalah sebagai berikut :
1.
Ibu
2.
Nenek dari pihak ayah
3.
Nenek dari pihak ibu
4.
Anak Perempuan
5.
Cucu perempuan dari anak laki-laki
6.
Saudara perempuan sekandung
7.
Saudara perempuan seayah
8.
Saudra perempuan seibu
9.
Isteri
10. Wanita
yang memerdekakan hamba sahaya
Jika ke-10
orang tersebut kesemuanya ada maka yang mendapatkan bagian hanya lima orang, yaitu
istri,anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, dan saudara
perempuan, dan yang lainnya terhalang oleh saudara perempuan sekandung.
Jika semua ahli waris laki-laki
dan ahli waris perempuan yang berjumlah
25 orang semuanya ada maka yang mendapat bagian hanya 5 orang. Mereka
adalah ahli waris yang tidak bisa gugur dalam keadaan apapun, yaitu sebagai
berikut ;
1)
Suami / istri
2)
Ayah
3)
Ibu
4)
Anak laki-laki, dan
5)
Anak perempuan
- Zawil Furud
Zawil furud
adalah para ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sesuai dengan
ketentuan Al- Qur’an, Sunnah, dan Ijma
para Ulama. Zawil furud seluruhnya ada 12 Orang, yaitu 4 orang laki-laki dan 8
orang perempuan.
- Zawil
furud laki-laki,ialah :
1) Suami
·
Bagiannya seperdua jika isteri yang meninggal tidak punya anak
·
Bagiannya seperempat jika Isteri yang meninggal
mempunyai anak
2) Ayah
·
‘Asabah jika mayat tidak mempunyai anak;
·
Bagiannya seperenam jika mayat mempunyai anak
laki-laki;
·
Bagiannya seperenam ‘asabah jika mayat mempunyai
anak perempuan dari anak laki-laki.
3) Kakek
·
Bagiannya seperenam jika tidak ada ayah;
·
‘Asabah jika mayat mempunyai far’un dan tidak
mempunyai saudara
·
Bagiannya sepertiga jika mayat mempunyai
beberapa saudara.
4) Saudara
laki-laki seibu
·
Bagiannya seperempat jika sendirian
·
Bagiannya sepertiga jika lebih dari dua orang.
- Zawil
furud perempuan, yaitu :
1) Isteri;
·
Bagiannya seperempat jika mayat tidak mempunyai
anak
·
Bagiannya seperdelapan jika mayat mempunyai
anak.
2) Ibu
·
Bagiannya sepertiga jika tidak ada far’un atau
dua saudar laki atau perempuan;
·
Bagiannya seperenam jika ada far’un dua
saudara/i
·
Bagiannya sepertiga dari sisa ( sulus baqi )
jika bersama dengan ayah atau suami/isteri.
3) Nenek
·
Bagiannya seperenam jika mayat tidak mempunyai
ayah dan ibu
4) Anak
perempuan
·
Bagiannya seperdua jika sendiri dan tidak ada
mu’asib
·
Bagiannya dua pertiga jika dua orang atau lebih
dan tidak ada mu’sib
·
‘Asabah jika ada laki-laki yang menjadi mu’sib.
5) Cucu
perempuan dari anak laki-laki
·
Bagiannya seperdua jika sendiri dan tidak ada
mu’asibnya
·
Bagiannya
dua pertiga jika dua orang atau lebih dan tidak ada mu’asibnya.
·
‘Asabah jika bersama mu’asibnya ( cucu laki-laki
dari anak laki-laki ).
6) Saudara
perempuan sekandung
·
Bagiannya seperdua jika sendiri, dan tidak ada
anak perempuan
·
Bagiannya dua pertiga jika dua orang atau lebih,
dan tidak bersama anak perempuan atau mu’asibnya.
·
‘Asabah jika bersama anak perempuan
·
‘Asabah jika dengan laki-laki mu’asibnya
7) Saudara
perempuan seayah
·
Bagiannya seperdua jika sendiri dan tidak ada
far’un atau saudara perempuan sekandung.
·
Bagiannya dua pertiga jika dua orang atau lebih,
dan tidak ada far’un atau saudara perempuan sekandung.
·
‘Asabah jika bersama mu’asibnya ( saudara
laki-laki seayah )
·
‘Asabah jika bersama far’un dari perempuan.
8) Saudara
perempuan seibu
·
Bagiannya seperenam jika sendirian
·
Bagiannya sepertiga jika dua orang atau lebih.
- ‘Asabah
‘Asabah ialah
ahli waris yang mendapatkan bagian di luar ketentuan zawil furud. Adakalanya
dapat mengambil seluruh harta warisan apabila mayat tidak mempunyai ahli waris
dari zawil furud, atau mengambil sisa harta warisan setelah dibagikan kepada
zawil furud. ‘Asabah terbagi 3 macam, yaitu sebagian berikut :
a.Asabah binafsi
‘Asabah
binafsi ialah ahli waris yang menjadi ‘asabah karena diri mereka sendiri , yang
berjumlah empat belas orang, yaitu :
1. anak
laki-laki
2. cucu
laki-laki dari anak laki-laki;
3. ayah
4. kakek
dari pihak ayah
5. saudara
laki-laki sekandung
6. saudara
laki-laki seayah
7. anak
laki-laki saudara laki-laki sekandung
8. anak
laki-laki saudara laki-laki seayah
9. paman
sekandung
10. paman
seayah
11. anak
laki-laki paman sekandung
12. anak
laki-laki paman seayah
13. laki-laki
memerdekakan hamba sahaya
14. perempuan
yang memerdekakan hamba sahaya.
Pembagian
‘asabah harus sesuai dengan urutan diatas. Jika semua ‘Asabah ada, yang dapat
menerima bagian adalah yang paling dekat kekerabatan dengan mayat.
b.
Asabah
bilgair
‘asabah
bilgair ialah perempuan- perempuan yang menjadi ‘asabah karena adanya laki-laki
yang menjadi ‘asabah bersama-sama. Pembagian ‘asabah bilgair antara laki-laki
dan perempuan adalah dua berbanding satu.
Berdasarkan firman Allah Swt:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ
مِثْلُ حَظِّ …الأنْثَيَيْن
Artinya :
“Allah mensyari'atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. (Yaitu ) bagian seorang anak
lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” ( Q.S. An-Nisa : 11)
Adapun yang termasuk ‘asabah bilgair hanya empat orang,yaitu:
1) anak
perempuan dengan adanya anak laki-laki
2) cucu
perempuan dari anak laki-laki dengan adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki
3) saudara
perempuan sekandung dengan adanya saudara laki-laki sekandung
4) saudara
perempuan seayah dengan adanya saudara laki-laki seayah.
c.
’Asabah
ma’al gair
‘Asabah ma’al
gair ialah perempuan-perempuan yang dalam menerima ‘usubahnya memerlukan kepada
orang lain,sedangkan orang itu tidak berserikat didalam menerima ‘usubah
tersebut.
‘Asabahnya
ma’al gair hanya ada dua kelompok yaitu :
1.
saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih)
bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih).
2.
Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama
dengan anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih).
Keterangan penting :
1) Dalam
‘Asabah bilgair selalu ada mu’asib binafsi, yaitu anak laki-laki, cucu
laki-laki, saudara laki-laki sekandung, dan saudara laki-laki seayah. Jadi
‘Usubah itu meluas dari mereka kepada perempuan-perempuan yang mempunyai bagian
tertentu, dan perempuan itu bersama-sama dengan mereka mendapatkan waris dengan
jalan ta’sib, atau mengambil sisa warisan setelah dibagikan kepada zawil furud,
jika masih ada sisa.
2) Dalam
‘Asabah ma’al gair tidak ada mu’asib
binafsi, sehinggga ‘usubah itu meluas kepada perempuan mu’asib, karena anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, keduanya adalah zawil furud,
bukan ‘Asabah binafsi. Hanya saja terjadinya ‘Usubah karena perkumpulannya
saudara perempuan bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak
laki-laki. Lalu saudara perempuan itu menjadi ‘Asabah ma’al gair.
Akhirnya dapat
dikatakan bahwa perbedaan antara ‘Asabah bilgair dengan ‘Asabah ma’al gair
terdapat mu’asib binafsi,
Lalu dengannya ‘Usubah meluas
kepada perempuan, maka pada ‘Asabah ma’al gair tidak terdapat mu’asib binafsi,
terjadinya ‘usubah karena berkumpulnya kedua kelompok perempuan tersebut.
- Hijab
Menurut
bahasa, hijab artinya halangan, sedangkan istilah ilmu mawaris, hijab ialah
halangan ahli waris untuk menerima warisan karena adanya sebab-sebab tertentu.
Adakalanya hijab tersebut
menyebabkan halangan secara mutlak, sehingga tidak bisa menerima bagian waris
sama sekali dan ada kalanya menyebabkan berkurang bagian warisan yang bisa
diterima.
Hijab terbagi menjadi 3 macam
antara lain :
a.hijab
nuqsan;
ialah hijab yang dihalangi ahli waris,
sehingga bagiannya berkurang atau berganti/pindah statusnya. Hal itu terjadi
antara lain:
·
berkurangnya bagian dari banyak menjadi sedikit,
seperti berkurangnya bagian suami dari setengah menjadi seperempat , jika mayit
mempunyai anak.
·
Pindahnya bagian tertentu kepada ‘asabah
,seperti pindahnya bagian anak perempuan ke ‘asabah, jika mayit mempunyai anak
laki-laki.
·
Pindahnya ‘asabah ,kebagian tertentu , seperti
pindahnya bagian ayah dari ‘asabah menjadi seperenam jika mayat mempunyai anak
laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b. hijab
hirman dengan sifat;
ialah
terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan warisan secara mutlak, disebabkan
sifat atau perbuatan yang dilakukannya, seperti terhalangnya pembunuh untuk
mendapatkan warisan dari yang dibunuh.
c. hijab hirman dengan seseorang
ialah
terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan warisan secara mutlak, karena adanya
orang atau ahli waris yang lebih dekat dan menghalanginya, seperti terhalangnya
kakek untuk warisan karena adanya ayah.
Hijab hirman
dengan seseorang ini disebut juga hijab iqsat, yakni hijab yang dapat
mengugurkan bagian ahli wars. Hijab isqat juga berlangsung sebagai berikut :
a. kakek
dari pihak ayah mahjub (terhalang) oleh ayah
b. nenek
dari pihak ayah mahjub oleh ayah dan ibu
c. nenek
dari pihak ibu mahjub oleh ibu
d. cucu
laki-laki dari anak laki-laki mahjub oleh anak laki-laki
e. cucu
perempuan dari anak laki-laki mahjub oleh anak laki-laki dan anak perempuan
atau lebih tanpa cucu laki-laki
f. saudara
sekandung (laki-laki atau perempuan) mahjub oleh anak laki-laki, cucu
laki-laki, ayah, dan kakek
g. saudara
ayah ( laki-laki) mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek,
saudara laki-laki sekandung , dan saudra perempuan sekandung beserta anak cucu
perempuan.
h. saudara
ayah (perempuan) mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek,
saudara laki-laki sekandung , dan saudara perempuan sekandung,jika mayat
mempunyai anak atau cucu perempuan.
i.
Saudara laki-laki perempuan seibu mahjub oleh anak
laki-laki,cucu laki-laki,ayah, kakek,anak perempuan,dan cucu perempuan dari
anak laki-laki
j.
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung mahjub oleh
anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung , dan
saudara laki-laki seayah.
k. Anak
laki-laki saudara laki-laki seayah mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki,
ayah, dan kakek.
l.
Paman sekandung mahjub oleh anak laki-laki, cucu
laki-laki, ayah, kakek, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung, dan anak laki-laki saudara laki-laki seayah.
m. Anak
laki-laki paman sekandung mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah,
kakek, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung,
dan anak laki-laki saudara laki-laki seayah, dan paman sekandung.
n. Paman
seayah mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek, saudara
laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, dan anak
laki-laki saudara laki-laki seayah, paman sekandung, dan anak laki-laki paman
sekandung.
o. Anak
laki-laki paman seayah mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, kakek,
saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, dan anak
laki-laki saudara laki-laki seayah, paman sekandung,sekandung, dan anak
laki-laki paman sekandung.
- pembagian masing-masing ahli waris
Agama Islam
memberikan hak dan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam
masalah mawaris. Artinya, tidak hanya laki-laki yang mendapat warisan, tetapi
juga perempuan juga mendapatkan hak yang sama . Hal ini berbeda dengan
kebiasaan masyarakat Jahiliyah sebelum Islam yang hanya memberikan hak waris
kepada laki-laki, sedangkan perempuan tidak diberi hak untuk mendapatkan
warisan.
Berdasarkan firman Allah Swt:
نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ .كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضً
Artinya:
”Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditentukan.”(Q,S. An-Nisa: 7)
Meskipun
perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam masalah waris,
tetapi bagian mereka tidak sama, yakni bagian laki-laki dua kali bagian
perempuan. Ini bukan sikap diskriminatif kepada perempuan , tetapi karena
adanya perbedaan tanggung jawab antara mereka.
Laki-laki adalah tulang punggung
keluarga, yang bertanggung jawab untuk memberi nafkah terhadap semua anggota
kelurga. Oleh karena itu, bagiannya dua kali bagian wanita. Hal ini ditegaskan
Allah dalam firman-Nya:
Adapun
ketentuan rinci ( furuqh Muqaddarah) bagi setiap ahli waris sebagaimana yang
telah dianjurkan dalam Al-qur’an dan Hadis, ada 6 macam, yaitu sebagai berikut
:
1)
Ahli waris yang mendapat bagian setengah
Ahli waris yang memperoleh bagian setengah atau seperdua, meliputi
sebagai berikut :
a. Seorang
anak perempuan, apabila tidak terdapat saudara laki-laki.
Firman Allah Swt :
….وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ…
Artinya:
“jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh setengah(harta yamg ditinggalkan)”(Q.S. An-Nisa:11)
b. Cucu
perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak terdapat anak perempuan.
c. Seorang
saudara perempuan sekandung, apabila tidak memiliki anak.
Firman Allah Swt :
إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ
أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا …تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا
Artinya:
“jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi( saudaranya yang
perempuan) itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”(Q.S. An-Nisa:176)
d. Saudara
perempuan seayah, apabila tidak terdapat saudara perempuan sekandung.
e. Suami,
apabila Istri yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak
laki-laki.
Firman Allah Swt :
…وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ
وَلَدٌ
Artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta
yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.”(Q.S. An-Nisa:12)
2)
Ahli waris yang mendapat bagian seperempat
Ahli waris yang memperoleh bagian seperempat,
meliputi sebagai berikut:
1.
Suami, apabila istri yang meninggal mempunyai anak atau
cucu dari anak
laki-laki.
Firman Allah Swt :
...كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ…
Artinya:
“Jika( istri-istrimu) itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya.”(Q.S. An-Nisa:12)
2. Seorang istri atau lebih, apabila suami yang
meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Firman Allah Swt :
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ …لَكُمْ وَلَدٌ
Artinya:
“Para istri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak..”(Q.S. An-Nisa:12)
3)
Ahli waris yang mendapat bagian sepertiga
Ahli waris yang memperoleh bagian sepertiga, meliputi sebagai berikut:
a) Ibu,
apabila yang meninggal tidak mempunyai far’un (anak atau cucu dari anak
laki-laki), tidak mempunyai dua saudara perempuan atau laki-laki.
Firman Allah Swt :
… لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ
فَلأمِّهِ الثُّلُثُ…
Artinya:
“jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga.”(Q.S. An-Nisa:11)
b) Dua
orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa adanya
ayah dan anak.
Firman Allah
Swt :
… كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ
فِي الثُّلُثِ…
Artinya:
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”(Q.S. An-Nisa:12)
4)
Ahli waris yang mendapat bagian dua pertiga
Ahli waris yang memperoleh bagian dua pertiga, meliputi sebagai berikut:
1) Dua
anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki bagi yang meninggal.
Firman Allah
Swt :
… كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ
ثُلُثَا مَا تَرَكَ…
Artinya:
“dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”(Q.S. An-Nisa:11)
2) Dua
cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, jika ada anak perempuan atau
menjadi ‘asabah (menunggu sisa).
3) Dua
saudara perempuan sekandung, apabila tidak ada anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah
Swt :
…فَإِنْ كَانَتَا
اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ …
Artinya:
“tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,
maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”(Q.S. An-Nisa:176)
4) Dua
saudara perempuan seayah atau lebih, tanpa ada anak perempuan dari anak
laki-laki, atau saudara perempuan sekandung.
Firman Allah
Swt :
…فَإِنْ كَانَتَا
اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ …
Artinya:
“tetapi jika saudara perempuan itu dua orang,
maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”(Q.S. An-Nisa:176)
5)
Ahli waris yang mendapat bagian seperenam
Ahli waris yang memperoleh bagian seperenam, meliputi sebagai berikut :
a. Ayah,
jika mayit mempunyai anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah
Swt :
…بَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ…
Artinya:
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak.”(Q.S. An-Nisa:11)
b.
Kakek dari pihak ayah,
jika mayit mempunyai anak laki-laki atau cucu
laki-laki dari anak laki-laki, dan tidak ada ayah.
c.
Ibu, jika mayit
mempunyai anak laki-laki atau cucu laki-laki dari
anak laki-laki, dan ada dua saudara atau lebih.
Firman Allah
Swt :
… كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ
فَلأمِّهِ السُّدُسُ…
Artinya:
“jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam.”(Q.S. An-Nisa:11)
d.
Cucu perempuan dari
anak laki-laki (seorang atau lebih), jika mayit hanya mempunyai satu anak
perempuan dan tidak mempunyai anak laki-laki.
e.
Saudara perempuan
seayah, jika mayit tidak memiliki ayah atau anak, dan memiliki saudara
perempuan sekandung, tidak mempunyai saudara laki-laki, baik sekandung atau
seayah.
f.
Saudara laki-laki atau
perempuan seibu, jika mayitnya tidak mempunyai ayah atau anak (kalalah).
Firman Allah
Swt :
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ
امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ … فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ
Artinya:
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta.”(Q.S. An-Nisa:11)
g. Nenek
dari pihak ayah atau ibu, jika mayit tidak mempunyai ibu.
6)
Ahli waris yang mendapat bagian seperdelapan
Ahli waris yang memperoleh bagian
seperdelapan hanya satu orang, yaitu
Istri yang ditinggal oleh
suaminya, dan mempunyai anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Hal ini berdasarkan Firman Allah Swt :
… كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ…
Artinya:
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.”(Q.S. An-Nisa:12)
- Harta Benda
Sebelum Pembagian Waris
Sebelum harta yang
ditinggalkan oleh si mayit dibagikan kepada ahli warisnya, ada beberapa
kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh para keluarga, yaitu sebagai
berikut :
- Biaya perawatan pada waktu sakit
Biaya perawatan si mayit sebelum
meninggal dapat diambil dari harta peninggalannya,secukupnya sesuai dengan
kebutuhan. Tidak boleh berlebihan, sehingga mengurangi hak si mayit.
Apabila mayit tidak meninggalkan
harta maka biaya perawatan ditanggung oleh keluarganya. jika kelurganya tidak
ada, atau tidak mampu maka biaya diambilkan dari baitul mal atau sejenisnya,
seperti dana-dana ZIS (zakat infak dan sadakah) dan sebagainya. Apabila tidak
mungkin dilakukan maka tanggung jawab tersebut dibebankan kepada orang-orang
Islam yang ada, khususnya yang memiliki harta (orang kaya).
- Biaya pengurusan jenazah
Seluruh biaya pengurusan jenazahnya,
juga diambilakan dari harta peninggalannya, seperti dana untuk pembelian kain
kafan, ongkos pengangkutan sampai ke kubur, biaya penguburan, dan biaya-biaya
lainnya yang berkaitan langsung dengan kepentingan simayit.,
- Membayar hutang si mayit
seluruh hutang si mayit pada waktu masih hidup, baik serupa Dainullah
(hutang kepada Allah), seperti membayar zakat, puasa, haji, dan
sebagainya wajib dibayarkan dengan mengambil secukupnya dari harta peninggalannya.
- Melaksanakan wasiat mayit
Jika mayit memberi wasiat sebelum
meninggal maka bagi keluarganya wajib melaksanakan wasiat tersebut, sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan memungkinkan untuk melaksanakannya.
Sebagaimana Firman Allah Swt:
…بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ…
Artinya:
“sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya.”(Q.S.
An-Nisa:12)
- melaksanakan wasiat mayit
jika si
mayit memiliki harta yang memenuhi batas nisab atau haul bagi usahanya, dan
memenuhi syarat untuk membayar zakat, namun sebelum sempat dikeluarkannya
zakatnya. Sebab kewajiban membayar zakat ini, termasuk hutang kepada Allah Swt.
- KETENTUAN
HUKUM WARIS DI INDONESIA
- Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Salah satu tujuan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 adalah agar para ahli waris
mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sebagai ahli waris, menyadari
bahwa bagian tersebut telah ditentukan oleh Allah SWT. Dalam rangka menjaga
keadilan dalam pembagian harta waris, sehingga tidak ada yang dirugikan.
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tersebut, isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Dengan
demikian, diharapkan undang-undang itu dapat menjaga ketenangan dan ketentraman
batin para ahli waris, yang menjadikan undang-undang ini sebagai landasan dalam
pembagian harta waris.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
pasal 176 sampai 183 yang isinya sebagai berikut:
- pasal 176
Anak perempuan jika hanya seorang, ia
mendapat setengah bagian. Tetapi, jika dua orang atau lebih maka mereka
bersama-sama mendapat 2/3 bagian, dan bila anak perempuan bersama anak
laki-laki maka bagiannya 2:1 untuk anak laki-laki.
- pasal 177
Seorang ayah mendapat 1/3 bagian,
jika pewaris tidak meninggalkan anak. Jika ada anak maka ayah mendapat 1/6
bagian.
- pasal 178
Seorang ibu mendapat 1/6 bagian bila
ada anak, atau 1/3 bagian bila tidak ada anak, atau dua saudara atau lebih.
- Pasal 179
Seorang duda mendapat ½ bagian bila
pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila meninggalkan anak maka duda mendapat
¼ bagian.
- Pasal 180
Seorang janda mendapat 1/4agian bila
pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila meninggalkan anak maka duda mendapat
¼ bagian.
- Pasal 181
Bila seorang meninggal dunia tanpa
meninggalkan anak dan ayah maka saudara laki-laki dan perempuan seibu,
masing-masing mendapat 1/6 bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka
mereka bersama-sama mendapat 1/3 bagian.
- Pasal 182
Bila seorang meninggal dunia tanpa
meninggalkan anak dan ayah,sedangkan ia mempunyai saudara kandung atau seayah,
maka ia mendapat ½ bagian.
Bila saudara perempuan tersebut
bersama-sama saudara laki-laki sekandung atau seayah, maka bagian saudara
laki-laki adalah dua 2:1 dengan saudara perempuan..
- Pasal 183
Para
ahli waris dapat bersepakat dalam melakukan perdamaian pembagian harta warisan
setelah masing-masing menyadari bagiannya.
Demikianlah isi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang kewarisan Islam di Indonesia.
- Menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
Hukum waris yang
terdapat dalam kompilasi hukum di Indonesia, yang berlandaskan Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, pada prinsipnya sama dengan
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang hukum kewarisan
Islam di Indonesia.
Namun sebagai bahan pengayaan dan
perbandingan berikut ini diambilkan petikannya dari Bab II, pasal 172 sampai
175 tentang ahli waris.
- Pasal 172
Ahli waris dipandang beragama Islam
apabila diketahui dari kartu identitas, atau pengakuan, atau ramalan atau
kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa,
beragama nenurut ayahnya atau lingkungannya.
- Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris
apabila dengan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
dihukum karena :
1) Dipersalahkan
telah membunuh atau mencoba membunuh
atau menganiaya berat pada pewaris.
2) Dipersalahkan
secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih
berat.
- Pasal 174
1) Kelompok-kelompok
ahli waris terdiri dari :
a. Menurut
hubungan darah
·
Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak
laki-laki, saudra laki-laki, paman, dan kakek.
·
Golongan perempuan terdiri dari ibu, anak
perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
b. Menurut
hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda
2) Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah,
ibu, janda atau duda.
- Pasal 175
1) Kewajiban
ahli waris terhadap pewaris adalah;
a. Mengurus
dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
b. Menyelesaikan
baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris
maupun menagih hutang.
c. Menyelesaikan
wasiat pewaris
d. Membagi
harta warisan diantara ahli waris yang berhak
2) Tanggung
jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas kepada
jumlah atau nilai harta peninggalannya.
Demikianlah,
diantara ketentuan-ketentuan hukum waris di Indonesia menurut hukum Islam.